1. Pengertian
Sectio caesarea berasal
dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya memotong. Sectio Cesarea adalah
suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam Maryunani, 2014)
Sectio Caesarea adalah
suatu pembedahan guna
melahirkan janin melewati sisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan
buatan. Sehingga janin di lahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding
rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat (Anjarsari,2019).
Melahirkan janin melalui lewat
insisi pada dinding perut dan rahim persalinan buatan yang dikenal sebagai
sectionio caesarea. Karena janin dilahirkan melalui dinding perut dan dinding
rahim agar janin lahir dalam keadaan utuh dan sehat (Roslianti et al., 2018).
2. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi sistem reproduksi menurut Ekawati (2019)
antara lain
a. Mons Pubis
Mons pubis merupakan bagian yang
menonjol yang meliputi bagian depan tulang kemaluan (simfisis pubis) dan
terdiri jaringan lemak. Karena adanya bantalan lemak, bagian ini sangat
berperan dalam hubungan seksual dan dapat melindungi simfisis pubis saat koitus
dari trauma.
b. Labia Mayora
Permukaan luar labia mayora
ditumbuhi rambut dan banyak mengandung kelenjar minyak. Didalamnya terdapat
pula banyak pleksuspleksus vena yang dapat mengalami hematoma bila terkena
trauma. Jaringan syaraf yang menyebar luas menyebabkan labia mayora sensitif
terhadap nyeri, suhu tinggi, sentuhan yang juga berfungsi selama rangsangan
seksual.
c. Labia Minora
Labia minora merupakan lipatan kulit
di sebelah tengah labia mayora, dan selalu basah karena dilumasi oleh
kelenjar-kelenjar dilabia minora. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat
labia berwarna kemerahan dan memungkinkan labia minora mengembang bila ada
stimulus emosional atau stimulus fisik. Labia minora tidak ditumbuhi rambut
karena tidak mengandung folikel rambut tetapi banyak mengandung kelenjar minyak
dan beberapa kelenjar keringat. Akhiran-akhiran syaraf yang sensitif banyak
sekali terdapat pada labia minora dan ini penting dalam rangsangan-rangsangan
seksual.
d. Klitoris
Klitoris merupakan suatu organ yang
sedikit menonjol. Organ ini mengandung banyak urat-urat syaraf sensoris dan
erektil. Dengan banyaknya urat syaraf dan pembuluh darah, gland klitoridis
sensitif sehingga, dapat mengembang bila ada rangsangan seksual atau sensasi
erotic.
e. Vestibulum
Vestibulum dibatasi oleh labia
minora kanan dan kiri, sebelah atas dibatasi oleh klitoris dan di sebelah
belakang bawah oleh fourchet. Ada enam lubang yang bermuara ke dalam vestibulum
yaitu satu buah orifisium uretra eksternum, dua muara dari lubang muara
kelenjar parauretralis, introitus vaginae dan dua muara yang berasal dari
lubang muara kelenjar bartolini, yang terdapat di samping dan agak kebelakang
dari introitus vagina. Pada bagian belakang (posterior) cekungan ini terdapat
cekungan lagi yang disebut fossa navikularis. Kelenjar bartolini merupakan
kelenjar yang membasahi vestibulum karena mengeluarkan sekret mukus selama
rangsangan seksual.
f.
Himen
Himen merupakan lapisan yang tipis
dan menutupi sebagian besar introitus vagina. Himen bersifat elastis tetapi
kuat karena terdiri atas jaringan ikat elastis dan kolagen.
g. Perineum
Perineum merupakan daerah muskular
yang ditutupi kulit, yang membentang antara komisura posterior dan anus.
Panjangnya rata-rata 4 cm. Pada persalinan, korpus perinei ini mudah robek,
sehingga episiotomi dapat dikerjakan pada waktu yang tepat dan cepat guna
mencegah ruptur yang spontan. Perineum ini dibentuk oleh diafragma pelvis dan
diafragma urogenitalis. Diafragma pelvis terdiri atas muskulus levator ani,
muskulus koksigeus dan fasia yang menutupinya. Diafragma urogenitalis terletak
di sebelah luar diafragma pelvis, antara tuberkulum iskhiadikum dan simfisis
pubis.
h. Vagina
Vagina terdiri atas muskulo
membranosa yang menghubungkan antara vulva sampai uterus. Panjang vagina pada
dinding depan sekitar 6-7 cm. Fungsi vagina adalah sebagai saluran keluar
uterus, alat sanggama, dan jalan lahir. Epitel
vagina cukup banyak mengandung pembuluh darah dan glikogen, tetapi tidak berisi
kelenjar. Glikogen oleh kuman doderlain diubah menjadi asam laktat, sehingga pH
vagina berkisar antara 4 -5 menyebabkan cairan sedikit asam. Cairan ini berasal
dari traktus genitalia atas atau bawah. Cairan yang terus mengalir dari vagina
ini mempertahankan kebersihan relatif vagina.
i.
Uterus
Uterus adalah organ genitalia femina
interna yang memiliki panjang 8 cm, lebar 5 cm dan tebal 2-3 cm. Bagian-bagian
uterus antara lain corpus uteri, fundus uteri, cervix uteri, serta isthmus
uteri yang menjadi penanda transisi antara corpus dan cervix. Bagian memanjang
di kedua sisi yang merupakan penghubung antara corpus uteri dan ovarium disebut
tuba uterina. Terdapat dua ruang dalam uterus, yaitu Cavitas uteri di dalam
Corpus uteri dan Canalis cervicis di dalam Cervix uteri. Dinding uterus terdiri
dari 3 lapisan. Dimulai dari yang terdalam yaitu Tunica mukosa atau
endometrium, kemudian lapisan otot yang kuat disebut Tunica muscularis atau
miometrium, dan lapisan terluar adalah Tunica serosa atau perimetrium (Paulsen
dan Waschke, 2013). Posisi uterus normal
memiliki sudut di bagian ventral terhadap vagina dan corpus uteri melekuk ke
anterior portio vaginalis cervicis atau disebut posisi antefleksi. Hal ini
mencegah adanya prolaps uterus melalui vagina selama peningkatan tekanan
intraabdominal saat batuk dan bersin (Paulsen dan Waschke, 2013). Otot polos uterus terdiri dari 2 sel penting,
yaitu sel-sel otot polos dan sel intersisial yang disebut telocyte (Paulsen dan
Waschke, 2013). Perkembangan uterus dipengaruhi oleh hormon maternal dan
plasental. Pada saat lahir, besarnya corpus uteri lebih kecil atau sama dengan
besar cervix uteri. Saat dewasa, ukuran corpus uteri dua atau tiga kali lebih
besar dari cervix (Paulsen dan Waschke, 2013).
Mekanisme kontraksi uterus memiliki fungsi penting dalam sistem reproduksi
wanita meliputi transport sperma dan embrio, menstruasi, kehamilan, dan
kelahiran. Kontraksi abnormal dan irreguler dapat menyebabkan masalah
infertilitas, kesalahan implantasi, dan kelahiran prematur. Sebaliknya, jika
kontraksi uterus tidak adekuat dan terkoordinasi, bayi akan sulit dilahirkan.
Lapisan yang paling berperan dalam kontraksi uterus adalah miometrium. Pada
dasarnya, uterus berkontraksi secara spontan dan reguler walaupun tidak ada
rangsangan hormonal. Selama masa kehamilan awal, uterus cenderung dalam keadaan
relaksasi. Kontraksi kuat akan muncul pada masa menjelang partus di bawah
pengaruh hormon oksitosin dan prostaglandin. Sebagai sel eksitabel, proses
kontraksi miometrium pada wanita yang hamil dan tidak hamil melalui mekanisme
yang sama, yaitu difasilitasi oleh influks kalsium.
j.
Tuba Uterina atau Tuba Fallopi
Tuba uterina memiliki panjang 8-14
cm dengan diameter kira-kira 0,6 cm. Tuba uterina terdiri dari:
a) Pars intertisialis (intra murraris),
yang terletak didalam uterus (myometrium) merupakan bagian tuba yang berjalan
pada dinding uterus, mulai pada ostium interna tubae.
b) Pars ithmica, bagian tuba setelah
keluar dinding uterus, merupakan bagian tuba yang lurus dan sempit.
c) Pars ampularis, bagian tuba antara pars isthmica dan
infundibulum, merupakan bagian tuba yang paling lebar dan berbentuk S. Ampula
membangun segmen distal dan segmen tengah tuba. Sperma dan ovum bersatu dan
fertilisasi terjadi di ampula.
d) Infundibulum, merupakan bagian yang
paling distal, dilengkapi dengan fibria /umbaiumbai dibagian ujungnya, sedang
lubangnya disebut ostium abdominalistubae.
3. Etiologi
Menurut Sagita (2019), indikasi ibu
dilakukan Sectio Caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum,
ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan
janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor Sectio Caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai berikut :
a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion)
adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran kepala janin yang
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang
merupakan jalan yang harus dilalau oleh janin ketikaakan lahir secara normal.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan normal sehingga harus dilakukan
tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. Macrosomia merupakan salah satu dari
CPD, macrosomia merupakan janin yang beratnya lebih dari 4000 gram.
c. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah
kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya
masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternatal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini
d. KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah
pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum
terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas
37 minggu.
e. Bayi kembar, tak selamanya bayi
kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
f.
Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan
lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya
tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas.
g. Primi tua
h.
i.
j.
Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah, bagian
terbawah adalah puncak kepala, pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil
atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka, letak kepala
tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %. Presentasi dahi, posisi
kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala
2) Letak sungsang merupakan keadaan
dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada
di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong tidak
sempurna dan presentasi kaki.
4. Klasifikasi
Menurut Ramandanty (2019),
klasifikasi bentuk pembedahan Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :
a. Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat
vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang
pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan
berikutnya melahirkan melalui vagina apabila sebelumnya telah dilakukan
tindakan pembedahan ini.
b. Sectio Caesarea Transperitoneal
Profunda
Sectio Caesarea Transperitoneal
Profunda disebut juga low cervical yaitu sayatan vertikal pada segmen lebih
bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika bagian bawah rahim tidak
berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal.
Sebagian sayatan vertikal dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim.
c. Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah
suatu pembedahan dimana setelah janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea,
dilanjutkan dengan pegangkatan rahim.
d. Sectio Caesarea
Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal,
yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang pasien yang sebelumnya melakukan
Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan
ini dilakukan denganinsisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan
segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Martowirjo (2018),
manifestasi klinis pada klien dengan post Sectio Caesarea antara lain:
a. Kehilangan darah selama prosedur
pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter, urin jernih dan
pucat.
c. Abdomen lunak dan tidakada distensi.
d. Bising usus tidak ada
e. Ketidaknyamanan untukmenghadapi
situasi baru
f.
Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedangdan bebas
bekuan, berlebihan dan banyak.
6.
Pemeriksaan penunjang
Menurut Martowirjo
(2018), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada ibu Sectio Caesarea adalah
sebagai berikut :
a. Hitung darah lengkap.
b. Golongan darah (ABO),
dan pencocokan silang, tes Coombs Nb.
c. Urinalisis : menentukn
kadar albumin/glukosa.
d. Pelvimetri : menentukan
CPD.
e. Kultur :
mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II.
f.
Ultrasonografi
g. Amniosintess : Mengkaji
maturitas paaru janin.
h. Tes stres kontraksi atau
non-stres : mengkaji respons janin terhadap gerakan/stres dari pola kontraksi
uterus/pola abnormal.
7. Komplikasi
Menurut NANDA NIC-NOC
(2015) komplikasi pada pasien Sectio Caesarea adalah :
a. Komplikasi pada ibu
Infeksi puerperalis,
bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas, atau bersifat berta seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi
postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Perdarahan, bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia
uteri. Komplikasikomplikasi lain seperti luka kandung kencing dan embolisme
paru. suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa ruptur uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea.
b. Komplikasi-komplikasi lain, seperti
luka kandung kemih, dan embolisme paru.
c. Komplikasi baru, Komplikasi yang
kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih
banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea Klasik.
8. Penatalaksanaan
Menurut Ramadanty (2019),
penatalaksanan Sectio Caesarea adalah sebagai berikut:
a. Pemberian Cairan Karena 24 jam
pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per intavena harus
cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi,
atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya
DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
Diet Pemberian cairan per infus
biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman
dan makanan per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
b. Mobilisasi Mobilisasi dilakukan
secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 sampai
10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil
tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi,
penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari,
pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
c. Katerisasi Kandung kemih yang penuh
menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada penderita, menghalangi involusi
uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /
lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
d. Pemberian Obat-Obatan Antibiotik
cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai indikasi.
e. Analgetik dan obat untuk
memperlancar kerja saluran pencernaan Obat yang dapat di berikan melalui
supositoria obat yang diberikan ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang obat
yang dapatdiberikan tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin
90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
f.
Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan
umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit C.
g. Perawatan luka Kondisi balutan luka
dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan
diganti.
h. Pemeriksaan rutin Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
0 Komentar