A.
DEFINISI DIABETES MELITUS
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Hiperglikemi kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi
beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Berikut macam-macam diabetes menurut (Tandra,
2017):
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe ini muncul ketika
pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang
mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Gula jadi menumpuk
dalam peredaran darah karena tidak
dapat diangkut ke dalam sel.
2. Diabetes Melitus
Tipe 2
Pada diabetes melitus tipe 2, pankreas
masih bisa membuat insulin, tetapi kualitasnya
buruk, sehingga tidak berfungsi dengan baik untuk kunci dalam memasukan
gula ke dalam sel. Akibatnya gula dalam
darah meningkat.
3. Diabetes Melitus
Gestasional
Merupakan
DM yang terjadi
selama proses kehamilan berlangsung.
4. Diabetes yang lain
Diabetes sekunder akibat dari penyakit lain
yang menggangu produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin.
B.
ANATOMI FISIOLOGI
1. PANKREAS
Pankreas adalah organ yang terdiri
dari jaringan eksokrin
dan endokrin. Bagian
eksorin mengeluarkan larutan
encer alkalis dan enzim pencernaan. Di antara sel-sel
eksokrin terdapat pulau sel endokrin yang disebut (islets) Langerhans atau sel pankreas
yang berfungsi untuk memproduksi hormon yang bertanggung jawab untuk homeostatis glukosa dalam tubuh, sel
endokrin pankreas yang terbanyak adalah
sel β (beta) yang mengeluarkan hormon insulin, tempat sintesis dan skresi insulin, sel α (alfa) yang menghasilan
glukagon, sel D (delta) merupakan tempat sintetis somatostatin (Maria, 2021).
Gambar 1.1 Anatomi
Pankreas (Maria, 2021)
2. HORMON PANKREAS
Pankreas endokrin memproduksi hormon yang dibutuhkan untuk
metabolisme dan pemanfaatan selular
karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon pankreas tertera pada table 1.1
(Maria, 2021).
Tabel 1.1 Hormon- Hormon Pankreas
|
Hormon |
Fungsi |
Pengaturan Sekresi |
|
Glukagon |
Meningkatkan pengubahan glikogen menjadi glukosa dalam hati Meningkatkan penggunaan asam
amino yang berlebihan dan lemak sebagai sumber energi |
Hipoglikemi |
|
Insulin |
Meningkatkan transport glukosa
ke dalam sel dan penggunaannya untuk produksi energi Meningkatkan pengubahan glukosa
yang berlebihan menjadi
glikogen di dalam
hati dan otot Meningkatkan transfor asam amino dan
asam lemak ke dalam sel dan penggunaannya dalam reaksi sintetis |
Hiperglikemi |
3. HOMEOSTASIS GLUKOSA
DARAH
Jaringan dan organ dalam tubuh membutuhkan suplai glukosa
yang konstan, seperti otot rangka,
otot jantung, dan jaringan adiposa membutuhkan insulin untuk pergerakan glukosa ke dalam sel-sel tersebut (Maria, 2021).
Gambar 1.1 Pengaturan Kadar Gula (Maria, 2021)
C.
PATOFISIOLOGI
Patogenesis diabetes melitus tipe 2 berbeda
signifikan dari diabetes
melitus tipe 1. Respons
terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta terpapar
secara kronis terhadap kadar glukosa
darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien ketika merespons peningkatan glukosa lebih lanjut.
Fenomena ini dinamai
desensitisasi, dapat kembali dengan menormalkan kadar glukosa.
Rasio proinsulin (prekursor insulin) terhadap insulin tersekresi juga meningkat (Riamah, 2022)
Diabetes melitus tipe 2 adalah suatu
kondisi hiperglikemia pada saat puasa
yang terjadi meski tersedia insulin endogen. Kadar insulin yang
dihasilkan pada diabetes melitus
tipe 2 berbeda-beda dan meski ada, fungsinya
dirusak oleh resistensi insulin di jaringan perifer.
Hati memproduksi glukosa lebih dari normal,
karbohidrat dalam makanan
tidak dimetabolisme dengan baik, dan akhirnya pankreas
mengeluarkan jumlah insulin
yang kurang dari yang dibutuhkan (Riamah, 2022) .
Faktor
utama perkembangan diabetes
melitus tipe 2 adalah resistensi selular terhadap efek insulin. Resistensi ini ditingkatkan
oleh kegemukan, tidak beraktivitas, penyakit, obat-obatan, dan pertambahan usia.
Pada kegemukan, insulin
mengalami penurunan kemampuan untuk memengaruhi absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka, dan
jaringan adiposa. Hiperglikemia meningkat secara
perlahan dan dapat berlangsung lama sebelum diabetes melitus didiagnosis, sehingga kira-kira separuh diagnosis
baru diabetes melitus
tipe 2 yang baru didiagnosis sudah mengalami
komplikasi (Maria, 2021).
Proses
patofisiologi dalam diabetes
melitus tipe 2 adalah resistensi terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan
perifer. Keadaan ini disebut
sebagai resistensi insulin.
Orang dengan diabetes
melitus tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap
kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan
sampai dengan kadar glukosa darah tinggi.
Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme
penyebab resistansi insulin perifer tidak
jelas; namun, ini tampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap reseptor pada permukaan
sel (Maria, 2021).
Insulin adalah hormon pembangun
(anabolik). Tanpa insulin, tiga masalah metabolik
mayor terjadi: (1) penurunan pemanfaatan glukosa, (2) peningkatan mobilisasi lemak, dan (3)
peningkatan pemanfaatan protein (Maria, 2021).
D.
PATHWAY DIABETES MELITUS
Pembatasan
diet Defisit Nutrisi Intake
tidak adekuat Fleksibilitas
darah merah Limfosit
meningkat Hiperglikemi Katabolis
protein meningkat Ketidakstabilan
Gula Darah Jumlah
sel pankreas menurun Sel
Beta Pankreas Rusak Idiopati,
usia, genetik Hipovolemia Perfusi
Jaringan Perifer Tidak Efektif Poliuria Resiko
Disfungsi Neurovaskuler Perifer Hipoksia
Perifer Pelepasan
Oksigen Penurunan
BB Defisit
Insulin Reaksi
Autoimun
Gambar 2 Pathway Diabetes
Mellitus (Maria, 2021)
E. ETIOLOGI DIABETES
MELLITUS
Dalam (Simatupang, 2020)
beberapa penyebab diabetes
melitus diantaranya :
1.
Diabetes Melitus Tipe 1
Disebabkan destruktur sel beta autoimun
biasanya memicu terjadinya defisiensi insulin
absolut. Ada dua faktor penyebab
yaitu faktor herediter dan faktor lingkungan.
2.
Diabetes Melitus Tipe 2
Akibat resistensi insulin perifer, defek progresif sekresi
insulin, peningkatan gluconeogenesis. Diabetes
melitus tipe 2 dipengaruhi faktor lingkungan berupa
obesitas, gaya hidup tidak sehat, diet tinggi karbohidrat.
3.
Diabetes Melitus Gestasional
Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormon pada
ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin.
4.
Diabetes Melitus tipe lainnya
Diabetes melitus tipe spesifik lain (1%-2% kasus
terdiagnosis), mungkin sebagai akibat
dari defek genetik fungsi sel beta, penyakit pankereas, atau penyakit
yang diinduksi oleh obat-obatan.
F.
MANIFESTASI KLINIK
Tanda gejala yang muncul bisa dilihat
dari kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl,
kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl, peningkatan frekuensi buang air kecil (poliuria), peningkatan rasa haus dan minum (polidipsi) dan karena penyakit
berkembang, penurunan berat badan meskipun
lapar dan peningkatan makan (polifagi) (Maria, 2021).
G.
KOMPLIKASI PADA DIABETES MELLITUS
Komplikasi diabetes
militus menurut (Simatupang, 2020) :
1. Hiperglikemi
2. Ketoasidosis diabetik
3. Sindrom hiperglikemi hyperosmolar non ketosis
4. Hipoglikemia
5. Komplikasi makrovaskuler : arteri coroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi, infeksi, retinopati, gagal ginjal kronis, neuropati.
H. PEMERIKSAAN PENJUNJANG
1. Pemeriksaan gula darah puasa atau
fasting
blood sugar (FBS)
Untuk menentukan jumlah glukosa darah pada
saat puasa, klien tidak makan dan
boleh minum selama 12 jam sebelum test. Hasil normal 80- 120 mg/ 100 ml serum
dan abnormal 140 mg/100 ml atau
lebih.
2. Pemeriksaan gula darah
postprandial
Untuk menentukan gula darah 2 jam setelah
makan, dengan hasil normal kurang
dari 120 mg/100 ml serum dalam abnormal lebih dari 200 mg/100 dl atau indikasi
Diabetes melitus.
3. Pemeriksaan
gula darah sewaktu bisa dilakukan kapan saja, nilai normalnya adalah
70-200 mg/dl.
4. Pemeriksaan
toleransi glukosa oral atau oral rolerance test (TTGO) untuk menentukan toleransi terhadap respons
pemberian glukosa. Pasien tidak boleh makan
selama 12 jam sebelum test dan selama test. pasien boleh minum air putih, tidak boleh merokok, minum kopi
atau minum teh selama pemeriksaan, serta kurangi
stress (keadaan banyak aktivitas dan stress menstimulasi epinephrine dan kartisol
karena berpengaruh terhadap
peningkatan glukoneogenesis).
5. Pemeriksaan
kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat karena ketidakadekuatan kontrol glikemik.
6. Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbAlc). Tes ini mengukur
presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin sel darah
merah. HbAlc digunakan untuk mengkaji
kontrol glukosa jangka panjang, sehingga dapat memprediksi resiko komplikasi. Rentang normalnya adalah
5-6 %.
7. Urinalisa positif terhadap glukosa
dalam keton. Pada respon terhadap
defisiensi intraseluler,
protein lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi. Selama proses pengubahan ini, asam
lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketoasidosis terjadi
ditunjukkan oleh ketonuria. Adanya ketonuria menunjukkan adanya ketoasidosis (Annisa,
2021).
I.
PENATALAKSANAAN
DIABETES MELITUS
Periode penatalaksanaan diabetes melitus
menurut Darlina, 2011 dalam Maria, 2021
yaitu:
1. Jangka pendek,
pada masa ini penatalaksanaan bertujuan
untuk menghilangkan keluhan
dan tanda diabetes
melitus, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka
panjang, bertujuan untuk mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati,
dan neuropati. Tujuan akhir adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas diabetes melitus.
Tujuan tersebut dapat
dicapai dengan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan
dan lipid profile, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
3. Pilar penatalaksanaan diabetes melitus ada 4 yaitu:
a.
Edukasi, edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes
yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai kesehatan
yang optimal, penyesuaian
keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan
pasien diabetes.
b.
Terapi gizi medis, keberhasilan
terapi gizi medis (TGM) dapat dicapai dengan
melibatkan seluruh tim (dokter, ahli gizi, perawat, serta pasien itu sendiri). Setiap pasien diabetes
melitus harus mendapat
TGM sesuai dengan kebutuhannya untuk mencapai sasaran
terapi. Pasien diabetes
mellitus perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal,
jenis dan jumlah terutama
pasien yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
seimbang baik karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi: Karbohidrat: 60- 70%,
protein: 10-15%, lemak: 20-25%. Jumlah
kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan
jasmani untuk mempertahankan berat badan idaman.
c.
Latihan jasmani,
jasmani sehari-hari dan latihan jasmani
secara teratur (3- 4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk menjaga kebugaran, menurunkan berat badan,
memperbaiki sensitifitas insulin
sehingga dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Latihan yang dianjurkan adalah latihan yang bersifat aerobik
seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging
dan berenang. Latihan
sebaiknya dilakukan sesuai umur dam status kesegaran jasmani. Pada individu
yang relative sehat,
intensitas latihan dapat ditingkatkan, sedangkan yang sudah mengalami
komplikasi diabetes melitus latihan dapat dikurangi.
d.
Intervensi farmakologis, intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa
darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani. Pengelolaan diabetes
secara farmakologis dapat berupa pemberian;
1). Obat hipoglikemik oral (OHO), berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi atas 4 golongan yaitu:
a) Pemicu sekresi
insulin: sulfonilurea dan glinid,
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin: biguanid,
tiazolidindion,
c) Penghambat glukoneogenesi: Metformin,
d) Penghambat absorbsi
glukosa: penghambat glukosidase alfa.
2)
Insulin, pemberian insulin lebih
dini akan menunujukkan hasil klinis yang lebih baik, terutama
masalah glukotosisitas. Hal ini menunjukkan hasil perbaikkan fungsi
sel beta pankreas.Terapi insulin dapat mencegah
kerusakan endetol, menekan
proses inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis serta memperbaiki profil lipid. Insulin
diperlukan pada keadaan:
a) Penurunan berat badan yang cepat,
b)
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis,
c)
Ketoasidosis diabetik,
d)
Hiperglikemia dengan asidosis
laktat,
e)
Gagal dengan kombinasi
OHO dosis hampir
maksimal,
f)
Stres berat (infeksi sistemik,
operasi besar, stroke, infark miokardial),
g)
Kehamilan dengan diabetes gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan
makan,
h) Gangguan fungsi
ginjal dan hati yang berat,
i)
Kontraindikasi dan ataua
alergi OHO
KONSEP KEPERAWATAN
DIABETES MELITUS
A. Pengkajian
Haryono & Susanti, (2019) memaparkan
pengkajian keperawatan pada klien dengan penyakit hipofungsi adrenal
diantaranya ada keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat
kesehatan keluarga. Proses pengkajian juga bisa memetakan dan mengantisipasi
berbagai kekuatan, maupun kelemahan yang ada pada pasien. Pengkajian juga bisa
membantu perawat dalam merumuskan diagnosis keperawatan. Pengkajian data dasar
pada pasien diabetes mellitus meliputi:
a. Keluhan utama
Pada keluhan
utama perawat kembali meninjau kesehatan pasien, juga berbagai indicator yang
dapat memungkinkan terjadinya penyakit DM. karena keluhan utama sangat penting
untuk dikaji maka perawat harus teliti dalam bertanya dan mencatat datanya.
Keluhan utama dari pasien diabetes mellitus biasanya meliputi:
1) Luka sulit sembuh pada DM
tipe 2
2) Intensitas BAK tinggi pada
malam hari
3) Berat badan turun drastis
4) Haus terus menerus walaupun
sudah cukup cairan
5) Lelah walaupun sudah cukup
istirahat
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Perawat mengkaji riwayat penyakit yang
pernah dialami pasien di masa lalu, yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Bagian ini tidak kalah penting untuk
dilakukan pengkajian karena tahap ini masih erat dengan kemungkinan adanya
penyebab diabetes mellitus tipe 2 adalah faktor keturunan.
d.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik antara lain:
1.
Status
penampilan kesehatan
Biasanya yang sering muncul
adalah kelemahan fisik.
2.
Tingkat
kesadaran
Biasanya normal, latergi,
stupor, koma (tergantung kadar gula. darah yang dimiliki dan kondisi fisiologis
untuk melakukan kompensasi kelebihan gula darah).
3.
Rambut
Biasanya lebat, tipis (banyak
yang rontok karena kekurangan nutrisi dan sirkulasi yang buruk). Kulit kepala
biasanya normal.
4.
Mata
Sklera: biasanya normal dan ikterik
Conjungtiva: bisanya
anemis pada pasien
kekurangan nutrisi dan. pasien yang sulit tidur karena sering buang air kecil di malam hari.Pupil: biasanya miosis,
midrosis atau anisokor.
5.
Telinga
Biasanya simetris kiri dan
kanan, gendang telinga biasanya masih bisa berfungsi dengan baik apabila tidak
ada mengalami infeksi sekunder.
6.
Hidung
Biasanya jarang terjadi polip
dan sumbatan hidung kecuali ada infeksi sekunder seperti influenza.
7.
Mulut
Biasanya sianosis,
pucat (apabila mengalami
asidosis atau penurunan perfusi jaringan).
8.
Leher
Biasanya jarang
distensi vena jugularis
dan pembesaran kelenjar
limfe.
9.
Thorak
dan paru-paru
Auskultas terdengar stridor
(penderitaa mengalami obstruksi jalan nafas), whezzing (apabila penderita
mempunyai Riwayat asma dan bronkithis kronik).
10.
Sistem
kardiovaskuler
Biasanya perfusi jaringan
menurun, nadi perifer lemah, takikardi atau bradikardi, hipertensi atau
hipotensi, aritmia, dan kardiomegalis merupakan tanda dan gejala penderita
diabetes mellitus.
11.
Sistem
gastrointestinal
Biasanya terdapat polifagia,
polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan
berat badan, peningkatan lingkat
abdomen, dan obesitas.
12.
Sistem
muskuloskletal
Biasanya terjadi penurunan
massa otot,cepat lelah, lemah, nyeri, dan adanya ganggren di ekstremitas.
13.
Sistem
neurologis
Biasanya terjadi penurunan
sensoris, sakit kepala, latergi, mengantuk, reflek lambat, dan disorientasi.
14.
Pengkajian biologis
1)
Rasa aman dan nyaman : apakah terdapat
nyeri, apakah mengganggu aktivitas
2)
Aktivitas, istirahat dan tidur : apakah
klien selalu berolahraga, apakah memerlukan
alat bantu aktivitas, bagaimana istirahat klien
saat sakit, berapa lama klien beristirahat, apa kegiatan untuk mengisi waktu
luang, bagaimana pola tidur
klien, apakah terbiasa menggunakan obat penenang sebelum tidur, berapa jam
klien tidur.
3)
Personal hygiene : pola personal
hygiene, apakah memerlukan bantuan dalam melakukan personal hygiene
4)
Reproduksi : apakah ada kesulitan dakan
hubungan seksual, apakah penyakit sekarang mempengaruhi fungsi seksual
5)
Pengkajian psikososial dan spiritual
Psikologi : apakah klien dapat
mengekspresikan perasaanya, bagaimana suasana hati klien, bagaimana klien
memandang dirinya, apakah klien mempunyai teman dekat, siapa yang dipercaya
klien, apakah klien menganut sautu agama.
e.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk diagnosis diabetes mellitus berdasarkan (Kemenkes, 2022):
a.
Pemeriksaan gula darah sewaktu
(GDS)
b.
Pemeriksaan gula darah puasa
(GDP)
c.
Toleransi glukosa dengan pemerikasaan oral glucose
tolerance test (OGTT)
d.
Hemoglobin terglikasi (HbA1c)
B.
Diagnosa
a. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Resistensi
Insulin (D.0027)
b. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan Hiperglikemia (D.0009)
c. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditandai dengan
mengeluh haus (D.0023)
d. Risiko Disfungsi Neurovaskuler Perifer dibuktikan dengan Hiperglikemia (D.0067)
e. Risiko Defisit Nutrisi dibuktikan dengan Faktor Psikologis (D.0032)
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
C.
Perencanaan
a.
Ketidakstabilan Kadar
Glukosa Darah berhubungan dengan Resistensi Insulin
Tujuan : Kestabilan Kadar Glukosa
Darah Meningkat (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)
Kriteria hasil: L.05022
1)
Lelah/lesu menurun.
2)
Mulut kering menurun.
3)
Rasa haus menurun.
4)
Kadar glukosa dalam darah membaik.
Intervensi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018): I.03115
1.
Observasi
a. Identifikasi
kemungkinan penyebab hiperglikemia
b.
Identifikasi situasi yang
menyebabkan kebutuhan insulin meningkat
c.
Monitor kadar glukosa darah, jika
perlu
d.
Monitor tanda dan gejala
hiperglikemia
e.
Monitor intake dan output cairan
f.
Monitor keton urin, kadar Analisa
gas darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi nadi.
2. Terapeutik
a)
Berikan asupan cairan oral
b)
Konsultasi dengan medis jika tanda
dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk
c)
Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
3. Edukasi
a)
Anjurkan menghindari olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
b)
Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
c)
Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
d)
Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian ketone urine, jika perlu
e)
Ajarkan pengelolaan diabetes.
4)
Kolaborasi
a)
Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
b)
Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu
c)
Kolaborasi pemberian kallum, jika
perlu
b.
Perfusi Perifer Tidak Efektif
berhubungan dengan Hiperglikemia
Tujuan: Perfusi perifer meningkat
Kriteria hasil: L. 02011
1)
Denyut nadi perifer meningkat
2)
Penyembuhan luka meningkat
3)
Warna kulit pucat menurun
4)
Edema perifer menurun
5)
Pengisian kapiler membaik
6)
Akral membaik
7)
Turgor kulit membaik.
Intervensi: I. 02079
1)
Observasi
a)
Periksa sirkulasi perifer
b)
Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
c)
Monitor panas, kemerahan, nyeri,
atau bengkak pada ekstremitas.
2)
Terapeutik
a)
Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area keterbatasan perfusi
b)
Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
c)
Hindari penekanan dan pemasangan
torniquet pada area yang cedera
d)
Lakukan pencegahan infeksi
e)
Lakukan perawatan kaki dan kuku
f)
Lakukan hidrasi
3)
Edukasi
a)
Anjurkan berhenti merokok
b)
Anjurkan berolahraga rutin
c)
Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
d)
Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagula, dan penurun kolesterol, jika perlu
e)
Anjurkan minum obat pengobatan
tekanan darah secara teratur
f)
Anjurkan menghindari penggunaan
obat penyekat beta
g)
Anjurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat
h)
Anjurkan program rehabilitas
vaskuler
i)
Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
j)
Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus di laporkan
c.
Hipovolemia berhubungan
dengan kekurangan intake cairan ditandai dengan mengeluh haus
Tujuan: Status cairan membaik
Kriteria Hasil: L. 03028
1)
Turgor kulit meningkat
2)
Edema perifer menurun
3)
Frekuensi nadi membaik
4)
Tekanan darah membaik
5)
Tekanan nadi membaik
6)
Membrane mukosa membaik
Intervensi: I. 03116
1)
Observasi
a)
Periksa tanda dan gejala
hypovolemia
b)
Monitor intake dan output cairan
2)
Terapeutik
a)
Hitung kebutuhan cairan
b)
Berikan posisi modified
Trendlenburg
c)
Berikan asupan cairan oral
3)
Edukasi
a)
Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
b)
Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
4)
Kolaborasi
a)
Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis
b)
Kolabotrasi pemberian cairan IV hipotonis
c)
Kolaborasi pemberian cairan koloid
d)
Kolaborasi pemberian produk darah
d.
Risiko Disfungsi
Neurovaskuler Perifer dibuktikan dengan Hiperglikemia
Tujuan: Neurovaskuler perifer meningkat
Kriteria hasil: L. 06051
1)
Sirkulasi arteri meningkat
2)
Sirkulasi vena meningkat
3)
Nadi membaik
4)
Suhu tubuh membaik
5)
Warna kulit membaik
6)
Tekanan darah membaik
7)
Luka tekan membaik
Intervensi: I. 06195
1)
Observasi
a)
Identifikasi penyebab perubahan
sensasi
b)
Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prostensi, sepatu, dan pakaian
c)
Periksa perbedaan sensasi tajam
atau tumpul
d)
Periksa perbedaan sensasi panas
atau dingin
e)
Periksa kemampuan mengidentifikasi
lokasi dan tekstur benda
f)
Monitor terjadinya parestesia, jika
perlu
g)
Monitor perubahan kulit
h)
Monitor adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena
2)
Terapeutik
a)
Hindari pemakaian benda-benda yang
berlebihan suhunya
3)
Edukasi
a)
Anjurkan penggunaan thermometer
untuk menguji suhu air
b)
Anjurkan penggunaan sarung tangan
termal saat memasak
c)
Anjurkan memakai sepatu lembut dan
bertumit rendah
4)
Kolaborasi
a)
Kolaborasi pemberian analgesic,
jika perlu
b)
Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
e.
Risiko Defisit Nutrisi
dibuktikan dengan Faktor Psikologis
Tujuan: Status Nutrisi Membaik
Kriteria hasil: L.03030
1)
Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2)
Berat badan membaik
3)
Nafsu makan membaik
4)
Membrane mukosa membaik
Intervensi: I. 03119
1)
Observasi
a)
Identifikasi status nutrisi
b)
Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan
c)
Identifikasi makanan yang disukai
d)
Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrien
e)
Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastric
f)
Monitor asupan makan
g)
Monitor berat badan
h)
Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
2)
Terapeutik
a)
Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
b)
Fasilitasi menentukan pedoman diet
c)
Saijkan makanan yang menarik dan
suhu yang sesuai
d)
Berikan makanan yang tinggi serat
dan mencegah konstipasi
e)
Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
f)
Berikan suplemen makanan, jika
perlu
g)
Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
3)
Edukasi
a)
Anjurkan posisi duduk, jika perlu
b)
Anjurkan diet yang diprogramkan
4)
Kolaborasi
a)
Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
b)
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan, jika perlu
D.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini
muncul apabila perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien.tindakan yang
dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat
pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan
dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien (Debora, 2013)
E.
Evaluasi
Evaluasi
adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang
sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi
semuanya, hanya Sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya (Debora, 2013)
Doenges
dkk (2006, dalam Debora, 2013)
mengemukakan bahwa evaluasi yaitu proses yang berkelanjutan proses yang
digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui:
a.
Kesesuaian tindakan keperawatan
b.
Perbaikan tindakan keperawatan
c.
Kebutuhan klien saat ini
d.
Perlunya dirujuk pada tempat
Kesehatan lain
e.
Apakah perlu menyusun ulang
prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi
DAFTAR STAKA
Annisa. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang
Rawat Inap Bagindo
Aziz Chan RS TK. III DR. Reksowirto Padang. Padang
: Poltekes
Kemenkes Padang..
Debora, O.
(2013). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik (A. Suslia (ed.); 1st
ed.). Salemba Medika.
Haryono, R.,
& Susanti, B. A. D. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Endokrin (I. K. Dewi (ed.)). Pustaka Baru Press.
Kemenkes. (2022,
Agustus Senin). Neuropati Diabetik:
Kriteria Diagnosis (Rangkaian Seris 02). Retrieved from yankes.kemenkes.go.id: https://yankes.kemenkes.go.id/view_artikel/1195/neuropati-diabetik-kriteria- diagnosis-rangkaian-series- 02#:~:text=Pemeriksaan%20penunjang%20yang%20dilakukan%20untuk,dan%20 hemoglobin%20tergilkasi%20(HbA1C)
Maria, I. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus Dan Asuhan Keperawatan Stroke. Yogyakarta:
CV Budi Utama.
PPNI,
T. P.
(2016). Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP
PPNI. PPNI,
T. P.
(2018). Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP
PPNI. PPNI
Riamah. (2022). Perilaku Kesehatan Pasien Diabetes Melitus.
Pekalongan: Penerbit NEM
Simatupang, R. (2020). Pedoman Penderita
Diabetes Melitus. Banten: YPSIM.
Tandra,
H. (2017). Segala Sesuatu Yang Harus Anda
Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
.Tim Pokja SDKI
DPP PPNI. (2017). SDKI (1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI
DPP PPNI. (2018). SIKI (1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI
DPP PPNI. (2019). SLKI (Tim Pokja SLKI DPP PPNI (ed.); 2nd ed.). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. http://www.inna-ppni.or.id
T. P. (2019).
Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
0 Komentar