TEKNOKES INDO

TEKNOKES INDO

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PADA SISTEM CARDIOVASKULAR “CONGESTIVE HEART FAILURE”

 LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PADA SISTEM CARDIOVASKULAR

“CONGESTIVE HEART FAILURE”


 A.    Definisi

1.    Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).

2.    Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).

3.    Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).

 

 

B.     Etiologi

Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:

1.        Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.

2.        Faktor interna (dari dalam jantung)

a.       Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.

b.      Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.

c.       Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.

d.      Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

 

C.    Anatomi Fisiologi

 

Jantung adalah organ berotot dengan empat ruang yang terletak dirongga
dada, dibawah perlindungan tulang iga, sedikit kesebelah kiri sternum. Jantung terdapat didalam sebuah kantung longgar berisi cairan yang disebut pericardium.

1.      Bentuk Jantung

Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul
(pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Disebelah bawah agak
runcing yang disebut apeks kordis.

2.      Letak

Didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastrium anterior),
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diagfragma dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara kota V dan VI dua jari
dibawah papila mamae pada tempet ini teraba adanya pukulan jantung
disebut iktus kordis.

3.      Ukuran
Ukuran jantung + sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira –
kira 250 – 300 gr.

4.      Lapisan
Adapun lapisan jantung terdiri atas :

a.       Endokardium
Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdapat disebelah
dalam sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir yang
melapisi permukaan rongga jantung.

b.      Miokardium
Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot –
otot jantung, otot jantung ini membentuk bundalan – bundalan otot
yaitu:

1)      Bundalan otot atria, yang terdapat dibagian kiri / kanan dan basis kordis yang membentuk serambi / aurikula kordis.

2)      Bundalan otot ventrikuler, yang membentuk bilik jantung yang
dimulai dari cincin atrio ventrikuler sampai diapik jantung.

3)       Bundaran otot atrio ventrikuler, yaitu merupakan dinding pemisah
antara serambi dan bilik jantung.

c.       Perikardium
Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus, terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan parietal dan viseral yaitu bertemu dipangkal jantung membentuk kantung jantung. Antara dua lapisan jantung ini terdapat lendir sebagai pelicin untuk menjaga agar pergeseran antara perikardium pleura tidak menimbulkan gangguan terhadap jantung. Jantung di persyarafi oleh nervus simpatikus / nervus akselerantis, untuk menggiatkan kerja jantung dan nervus para simpatikus, khususnya cabang dari nervus vagus yang bekerja memperlambat kerja jantung.

5.      Pergerakan jantung

Jantung dapat bergerak yaitu mengembang dan menguncup disebabkan karena adanya rangsangan yang berasal dari susunan syaraf otonom. Rangsangan ini diterima oleh jantung pada simpul syaraf yang terdapat pada atrium dekstra dekat masuknya vena kava yang disebut nodus sino atrial ( sinus knop simpul keith flak). Dari sisi rangsangan akan diteruskan kedinding atrium dan juga kebagian septum kordis oleh nodus atrio ventrikular atau simpul tawaran melalui berkas wenkebach. Dari simpul tewara rangsangan akan melalui bundel atrio ventrikuler (berkas his) dan pada bagian cincin yaitu terdapat antar atrium dan
ventrikel yang disebut anulas fibrosus, rangsangan akan terhenti kira – kira 1/10 detik. Seterusnya rangsangan tersebut akan diteruskan kebagian apeks kordis dan melalui berkas purkinya di sebarkan ke seluruh dinding ventrikel dengan demikian jantung berkontrksi. Dalam berkerja jantung mempunyai tiga periode :

a)      Periode konstriksi (periode distol). Suatu keadaan dimana jantung bagian ventrikel dalam keadaan mengatup. Katup bikus dan trukuspidalis dalam keadaan tertutup valvula seminularis aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk keparu – paru kiri dan kanan, sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian diedarkan keseluruh tubuh.

b)      Periode dilatasi (periode diastol). Suatu keadaan dimana jantung mengambang. Katup bikus dan triskupidalis terbuka, sehingga darah dari atrium sinistra masuk ventrikel sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra. Selanjutnya darah yang ada paru – paru kiri dan kanan melalui vena pulmonalis masuk keatrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk keatrium dekstra.

c)      Periode istirahat. Yaitu waktu antara periode konstriksi dan dilatasi dimana jantung berhenti kira – kira 1/10 detik. Pada waktu beristirahat jantung akan menguncup sebanyak 70 – 80 kali / menit. Pada tiap – tiap kontraksi jantung akan memindahkkan darah ke
aorta sebanyak 60 – 70 cc. Kalau kita bekerja maka jantung akan
lebih cepat berkontraksi sehingga darah lebih banyak dialirkan keseluruhan tubuh. Kerja jantung dapat diketahui dengan jalan memeriksa perjalan darah dalam arteri, oleh karena dinding arteri akan mengembangkan jika ke dalamnya mengalir gelombang darah. Gelombang darah ini menimbulkan denyutnya pada arteri. Sesuai dengan kuncupnya jantung yang disebut denyut nadi atau pulse. Baik buruknya dan teratur tidaknya denyut nadi tergantung dari kembang kempisnya jantung.

6.      Siklus Jantung

Pembuluh darah pada peredaran darah kecil, terdiri atas :

a.       Arteri pulmonalis, merupakan pembuluh darah yang keluar dari ventrikel dekstra menuju keparu – paru. Mempunyai dua cabang yaitu dekstra dan sinestra untuk paru – paru kanan dan kiri yang banyak mengandung CO2 di dalam darahnya.

b.      Vena pulmonalis, merupakan vena pendek yang membawa darah dari paru – paru masuk ke jantung bagian atrium sinistra. Di dalam berisi dalam yang banyak mengandung O2. Pembuluh darah pada peredaran darah besar, yaitu ; aorta, merupakan pembuluh darah arteri yang besar yang keluar dari jantung bagian vantrikel sinistra melalui aorta asendens lalu membelok ke belakang
melalui radiks pulmonolis sinistra, turun sepanjang kolumna .

c.       vertebralis menembus diafragma lalu menurun ke bagian perut.

Jalannya arteri terbagi atas tiga bagian

a)      Aorta asendens, aorta yang naik ke atas dengan panjangnya + 5 cm,

b)      cabangnya arteri koronaria masuk ke jantung.

c)      Arkus aurta, yaitu bagian aorta yang melengkung arah kekiri, di depan trakea sedikit ke bawah sampai vena torakalis IV. Cabang – cabangnya : Arteri brakia sefalika atau arteri anomina, Arteri
subklavia sinistra dan arteri karotis komunis sinistra.

d)      Aorta desendens, bagian aorta yang menurun mulai dari vertebra
torakalis IV sampai vetebra lumbalis IV.

7.      Bunyi Jantung

Bunyi jantung terdengar dua macam suara yaitu bunyi ritma disebabkan menutupnya katup atrio ventrikel dan bunyi kedua karena menutupnya katup aorta dan arteri pulmonar setelah kontraksi dari ventrikel. Bunyi pertama panjang yang kedua pendek dan tajam.

8.      Daya Pompa Jantung Dalam keadaan istirahat jantung beredar 70 kali/menit. Pada waktu banyak pergerakan, kecepatan jantung dicapai 150 kali/menit dengan daya pompa 20 – 25 liter/menit. Setiap menit sejumlah volume darah yang tepat sama sekali dialirkan dari vena ke jantung, apabila pengambalian dari vena tidak seimbang dan vantrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik dan dalam jangka waktu lama bisa menjadi edema.

9.      Katup – katup Pada Jantung Didalam jantung terdapat katup yang sangat penting artinya dalam susunan peredaran darah dan pergerakan jantung manusia.

a.       Valvula trikusvidalis, terdapat antara atrium dikstra dengan ventrikel dekstra yang terdiri dari 3 katup.

b.      Valvula bikuspidalis, terletak antara atrium sinistra dengan vantrikel sinistra yang terdiri dari 2 katup.

c.       Valvula semilunaris arteri pulmanalis, terletak antara ventrikel dekstra dengan arteri polmunalis dimana darah mengalir menuju keparu – paru.

d.      Valvula semilunaris aorta, terletak antara ventrikel sinistra dengan aorta dimana darah mengalir menuju keseluruh tubuh.

 

D.    Manifestasi Klinik

a.       Gagal Jantung Kiri

1)      Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung, tambahan bunyi jantung S3 atau “gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.

2)      Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal (PND).

3)      Batuk kering dan tidak berdahak  diawal, lama kelamaan dapat berubah menjadi batuk berdahak.

4)      Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).

5)      Perfusi jaringan yang tidak memadai.

6)       Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam hari).

7)      Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejalagejala seperti: gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas, sianosis, kulit pucat atau dingin dan lembab.

8)      Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.

b.      Gagal Jantung Kanan

  Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.

1) Edema ekstremitas bawah

2) Distensi vena leher dan escites

3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena dihepar

4) Anorexia dan mual

5) Kelemahan

E.     Klasifikasi CHF

       Klasifikasi gagal jantung yang dikenal adalah klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA) dengan melihat pada tanda dan gejala sehari-hari yang dialami pasien dengan gagal jantung terutama keluhan sesak napas ketika beraktivitas dalam beberapa tingkatan (Mansjoer, 2001) yaitu :

a.       NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.

a.       NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,sesak nafas atau nyeri dada.

b.      NYHA kelas III, penderita penyakit dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti tersebut di atas.

c.       NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

F.     Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).

Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.

Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.

Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.

Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.

Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

A.    Penatalaksanaan

Menurut kosron (2012), penatalaksanaan pada CHF meliputi:

1.      Glikosida jantung : meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan: peningkatan curah jantung, penuruna tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.

2.      Terapi deuritic diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalenia.

3.      Terapi vasodilator : Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

4.       

B.     Pemeriksaan Penunjamg

1.      Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia vera

2.      Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain

3.      Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik metabolik maupun respiratorik.

4.      Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan

5.      Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal

6.      Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.

7.      Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar atau ginjal

8.      Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid

9.      Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi ventrikel

10.  Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan kemampuan kontraksi.

11.  Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.

12.  Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.

13.  EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia


PROSES KEPERAWATAN

 

A.    Pengkajian Keperawatan

1.      Pengkajian Primer

a.      Airways

1)   Sumbatan atau penumpukan sekret

2)   Wheezing atau krekles

b.      Breathing

1)      Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat

2)      RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal

3)      Ronchi, krekles

4)      Ekspansi dada tidak penuh

5)      Penggunaan otot bantu nafas

c.       Circulation

1)   Nadi lemah , tidak teratur

2)   Takikardi

3)   TD meningkat / menurun

4)   Edema

5)   Gelisah

6)   Akral dingin

7)   Kulit pucat, sianosis

8)   Output urine menurun

2.      Pengkajian Sekunder

a.     Riwayat Keperawatan

1.         Keluhan

a.         Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).

b.        Palpitasi atau berdebar-debar.

c.         Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.

d.        Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.

e.         Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan

f.          Insomnia

g.        Kaki bengkak dan berat badan bertambah

h.        Jumlah urine menurun

i.          Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.

2.      Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.

3.      Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.

4.      Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.

5.      Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.

6.      Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu

7.      Postur, kegelisahan, kecemasan

8.      Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.

3.      Pemeriksaan Fisik

1.      Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.

2.      Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)

3.      Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks

4.      Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis

5.      Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites

6.      Konjungtiva pucat, sklera ikterik

7.      Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.

 


B.     Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada CHF menurut (Nurarif & Kusuma 2015 ) adalah :

1.      Gangguan pertukaran gas

Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus kapiler

Penyebab : Perubahan membran alveolus-kapiler

Batasan karakteristik : Kriteria mayor :

a.       Subjektif : Dispnea

b.      Objektif :PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan

Kriteria minor :

a.       Subjektif : Pusing, penglihatan kabur

b.      Objektif : Sianosis, diaforesis, gelisah,nafas cuping hidung, pola nafas abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun. Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

2.      Ketidakefektifan pola nafas

Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat

Penyebab : hiperventilasi

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

a.       Subjektf : Dipsnea

b.      Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal

Kriteria minor :

a.    Subjektif : Ortopnea

b.    Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun, ekskrusi dada berubah.

Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax

3.      Penurunan curah jantung

Definisi : ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh

Penyebab : perubahan preload, perubahan afterload dan/atau perubahan kontraktilitas

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

a.    Subjektif : Lelah

b.    Objektif : Edema, distensi vena jugularis, central venous pressure (CVP) meningkat/,menurun

Kriteria minor :

a.       Subjektif : -

b.      Objektif : Murmur jantung, berat badan bertambah, pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun

Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

4.      Nyeri akut

Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambatberintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

a.       Subjektif : Mengeluh nyeri

b.      Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur

Kriteria minor :

a.       Subjektif : -

b.      Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis. Kondisi klinis terkait : Cedera Traumatis

5.      Kelebihan volume cairan

Definisi : peningkatan retensi cairan isotonik

Penyebab : gangguan mekanisme regulasi

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

a.       Subjektif : Ortopnea, dispnea, efusi pleura

b.      Objektif : Edema anasarka dan/atau edema perifer, berat badan meningkat dalam waktu singkat, JVP dan/atau CVP meningkat , refleks hepatojugular (+)

Kriteria minor :

a.       Subjektif : -

b.      Objektif : Distensi vena jugularis, suara nafas tambahan, hepatomegali, kadar Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih banyak dari output, kongesti paru.

6.      Intoleransi aktivitas

Definisi : ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untukmenanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilanjutkan

Penyebab : ketidakseimbangan antara suplai  dan kebutuhan oksigen

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

a.       Subjektif : menyatakan merasa letih, meyatakan merasa lemah

b.      Objektif : respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas,

Krieria minuor :

Subjektif  : perubahan EKG yang mencerminkan aritmia, perubahan EKG yang mencerminkan iskemia

a.       Objektif : dyspnea

 

7.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.

Penyebab: ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis (mis: stress, keengganan untuk makan).

Batasan karakteristik :

Kriteria mayaor :

a.       Subjektif : -

b.      Objektif : Berat badan menurun minimal 10 % dibawah rentang ideal

Kriteria minor :

a.       Subjektif : Cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun.

b.      Objektif : Bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan, diare.

 

8.      Ansietas

Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

Penyebab : kurang terpapar informasi

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

a.       Subjektif : Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi

b.      Objektif : Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur

Kriteria minor :

a.       Subjektif : Mengeluh pusing, anorexia, palpitasi, merasa tidak berdaya

b.      Objektif : Frekuensi napas dan nadi meningkat, tekanan darah meningkat, diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar, kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu Kondisi klinis terkait : Penyakit Akut

A.    Intervensi

DX Keperawatan

Tujuan

Intervensi

1.      Gangguan pertukaran gas b/d perubahan memban alveolus –kapiler

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil :

1.      Tanda-tanda virtal dalam rentang normal

2.      Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

3.      Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distres pernafasan

 

1.      Monitor respirasi dan status O2 

2.      Monitor pola nafas seperti : bradipnea, takipnea, kusmaul, hiperventilasi

3.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

4.      Buka jalan nafas gunakan teknik chin lift, atau jaw thrust bila perlu

5.      Kolaborasi dengan dokter pemberian O2

 

 

2.      Ketidakefektifan pola nafas b/d

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas meningkat dengan kriteria hasil ;

1.      Mendemontrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis atau dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah)

2.      Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasn dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

3.      Tanda-tanda vital dalam rentang normal

1.      Monitor tanda-tanda vital

2.      Monitor respirasi dan status O2

3.      Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

4.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

5.      Lakukan fisioterapi bila perlu

6.      Lakukan section pada mayo

7.      Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea

8.      Pertahankan jalan nafas yang paten

9.      Ajarkan cara batuk efektif

10.  Kolaborasi dengan tenaga medis pemberian fisioterapi bila perlu

3.      Penurunan curah jantung

Setelah dilakukan tindakan keperawatan penurunan curah jantung dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1.         Tanda vital dalam rentang nrmal

2.         Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan

3.         Tidaka ada penurunan kesadaran

 

1.      Monitor status kardiovaskuler

2.      Monitor toleransi aktivitas pasien

3.      Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4.      Auskultasi pada kedua lengan dan bandingkan

5.      Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan

11.  Kolaborasi dengan dokter

4.      Nyeri akut b/d agen cidera fisiologis

Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1.         Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunak teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

2.         Melaporkan bahwa nyri berkurang engan mengguanakan managemen nyeri

3.         Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

4.         Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

1.      Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan

2.      Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

3.      Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan fktor presipitasi

4.      Berikan analgesik yang teat terutasa saat nyeri hebat

5.      Ajarkan tentan tekik non farmakologi

6.      Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

 

5.      Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan ome cairan pasien dalam rentang normal dengan kriteria hasil :

1.         Terbebas dari edema, efusi, anaskara

2.         Bunyi nafas bersih tidak ada dyspneu, ortopnea

3.         Terbebas dari distensi vena jugularis

4.         Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam batas normal

5.         Terbebas dari kelelahan kecemasan atau kebingungan

1.      Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAPdan PCWP

2.      Monitor vital sign

3.      Monitor hasil Hbyang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urine)

4.      Kaji lokasi dan luas edema

5.      Batasi masukan cairan, pada keadaan hiponatremi

6.      Tentukan riwayat jumlah danipe intake cairan dan eliminasi

7.      Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan (hipernatremi, terapi diuretik, kelaina renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati)

8.      Pasang urine kateter bila diperlukan

9.      Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebi muncul memburuk

6.      Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan keseimbangan oksigen

Setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbanagn antara suplai dan kebutuhan oksigen dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1.      Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah nadi, dan RR

2.      Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri

3.      Tanda-tanda vital normal

4.      Mampu berpindah dengan atau tanpa alat

5.      Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat

6.      Status kardiopulmonari adekuat

1.      Monitor respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual

2.      Bantu klien untuk mengidentifikasikan aktivitas yang mampu dilakukan

3.      Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial

4.      Bantu untuk mengidentifikasi aktifitas yang disukai

5.      Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas

6.      Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang tepat

7.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan untuk mencerna makanan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan untuk mencerna makanan dapat terastasi dengan kriteria hasil :

1.      Adanya pningkatan berat badan ang sesuai tujuan

2.      Berat badan sesuai dengan tinggi badan

3.      Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 

4.      Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

5.      Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

1.      Kaji adanya alergi makan

2.      Monitor jumlah nutrisi dan jumlah kandungan kalori

3.      Monitor adanya mual muntah

4.      Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

5.      Catat adanya edema hiperemik, hipertonik papila lidah

6.      Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

7.      Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diit yang tepat

8.      Ansietas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas b/d perubhan dalam status kesehtan dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1.      Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

2.      Mengidentifikasi mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk mengontrol cemas

3.      Vital sign dalam batas normal

4.      Potur tubuh ekspresi wajah bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurang kecemasan

1.      Identifikasi tingkat kecemasan

2.      Bantu pasien menganal situasi yang menimbulkan kevcemasan

3.      Pahami pespektif pasien terhadap situasi stres

4.      Dorong keluarga untuk menemani psien

5.      Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

6.      Kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk mnegurangi kecemasan 


 

A.    Implementasi

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dariasuhan diperkirakan dari asuha keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Wijayaningsih, 2013)

Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapike status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994 dalam Potter & Perry, 1997).

Untuk kesuksesan dalam pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawtan harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal , dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implemetasi harus berpusat pada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi, dan kegiatan komunikasi (Kozier et al, 1995). Keperawatan digunakan secara terus menerus ketika akan merencakan dan memberikan asuhan keperawatan dengan mempertimbangkan pasien sebagai figur central dalam merencanakan asuhan dengan mengobservasi respon pasien terhadap setiap tindakan sebagai penatalaksanaan dalam suatu asuhan keperawatan. Pada saat melakukan implementasi kkeperawatan harus melaksanakan hasil dari rencana keperawatan yang dilihat dari diagnosa keperawatan. Dimana perawat membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang leih baik dan meggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

 

B.     Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan, dan mengkaji ulang asuhan keperawatan, yang telah diberikan . Sedangkan menurut Manurung (2011), evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan abagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan.

Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untukmenilai kemajuan kesehatan pasien, untuk menilai apakah tujuan awal yang direncanakan sebelumnya sudah daat tercapai atau belum. Dalam hal ini terlihat bahwa evaluasi dalam hal pernyataan perawat menanyakan tentang kondisi pasien selama dirawat yang  direspon sangatlah baik.  Adapun terkait dengan pernyataan bahwa pasien mengalami perubahan kesehatan yang lebih baik setelah dilakukan tindakan keperawatan yang direspon akan menjadi bahan evaluasi bagi perawat (Fatmawi dkk, 2017).


Daftar Pustaka

Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP

Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/

Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second EditionNew JerseyUpper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second EditionNew JerseyUpper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

 

Mansjoer Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI.

Aspiani,RY. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada pasien Gangguan Kardiovaskuler : aplikasi nic&noc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nuraruf, A., & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa medis (Jilid 2). mediaction Jogja.

 

https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Paru_2022/tG6dEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=bronkitis+adalah&pg=PA19&printsec=frontcover


Posting Komentar

0 Komentar